Kerinci, Jambi – Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun, berinisial BAI, warga Desa Sangir, Kecamatan Kayu Aro, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, mengalami nasib memilukan usai diduga menjadi korban salah prosedur sunat laser. Akibat insiden tersebut, bagian alat kelamin korban terpotong hingga mengalami pendarahan parah.

Kasus ini kembali menjadi sorotan publik setelah akun Facebook bernama Yuyun Sinta Nara membagikan video dan foto korban pada 25 Mei 2025. Dalam unggahan itu terlihat kondisi anak yang sangat memprihatinkan, menangis dan merintih kesakitan akibat luka yang dideritanya.

Kapolres Kerinci AKBP Arya T. Brachmana membenarkan bahwa peristiwa tersebut memang pernah terjadi. Ia menjelaskan bahwa kejadian sebenarnya berlangsung pada Sabtu, 19 Oktober 2024, namun laporan resmi dari keluarga baru diterima oleh kepolisian pada Selasa, 27 Mei 2025.

Ini kan peristiwanya sudah terjadi 2024 ya, dan laporan awalnya sudah ada perdamaian. Nah ini viral kembali, makanya kita pelajari dulu permasalahannya,” ujar Arya kepada wartawan, dikutip dari Kompas.com, Kamis (29/5).

Informasi yang dihimpun menyebutkan, korban merupakan anak dari pasangan Dian Tiara (29) dan Heko Yandri (30). Peristiwa terjadi saat korban menjalani prosedur sunat laser di sebuah tempat praktik mandiri yang dijalankan oleh seorang oknum perawat di Desa Bendung Air.

Usai kejadian, sempat terjadi kesepakatan damai antara keluarga korban dan pihak klinik. Dalam kesepakatan itu, pihak klinik berjanji akan menanggung seluruh biaya pengobatan hingga korban dinyatakan sembuh. Namun, seiring waktu berjalan, pihak klinik disebut lepas tangan dari komitmen tersebut. Kondisi korban pun dilaporkan makin memburuk.

Menanggapi situasi tersebut, Dinas Kesehatan Kabupaten Kerinci kemudian mengambil langkah merujuk korban ke RSUD M. Djamil Padang pada Rabu (28/5) untuk mendapatkan penanganan medis lanjutan.

Saat ini, aparat kepolisian menyatakan masih mendalami kasus tersebut. Sementara itu, masyarakat terus mengikuti perkembangan kasus ini, yang dinilai mencerminkan perlunya pengawasan lebih ketat terhadap praktik kesehatan, terutama di fasilitas informal yang belum memiliki izin resmi.