Hak untuk berkeluarga dan melanjutkan keturunan merupakan bagian fundamental dari hak asasi manusia (HAM) yang telah diakui secara universal dan dijamin dalam berbagai peraturan perundang-undangan, baik nasional maupun internasional. Ikatan perkawinan sebagai bentuk nyata dari hak tersebut menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia untuk mencapai kehidupan yang bahagia.

Dasar Hukum Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) Pasal 16 ayat (1) menyatakan bahwa:

• Orang dewasa, baik laki-laki maupun perempuan, tanpa dibatasi oleh kebangsaan, kewarganegaraan, atau agama, berhak untuk menikah dan membentuk keluarga. Mereka memiliki hak yang sama dalam hal perkawinan dan saat perceraian.

• Perkawinan hanya boleh dilangsungkan atas dasar kehendak bebas dan persetujuan kedua mempelai.

• Keluarga merupakan unit alami dan fundamental dari masyarakat dan berhak atas perlindungan dari masyarakat dan negara.

Ketentuan tersebut ditegaskan kembali dalam berbagai instrumen internasional lainnya seperti Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, Konvensi Eropa, dan Konvensi Amerika.

Di tingkat nasional, Pasal 28B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa “Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.” Ini menegaskan bahwa hak untuk membentuk keluarga adalah hak asasi yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga mengatur hal serupa. Pasal 10 ayat (1) menyatakan:

• Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.

• Perkawinan yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak bebas calon suami dan istri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Lebih lanjut, dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwa:
“Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Dari semua ketentuan tersebut, jelas bahwa negara menjamin hak setiap individu untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui ikatan perkawinan yang sah, baik menurut agama maupun negara.

Fakta Pelanggaran Hak Berkeluarga di Masyarakat

Namun, dalam praktiknya, masih banyak terjadi pelanggaran terhadap hak ini. Salah satu contoh adalah kasus pernikahan anak di bawah umur yang terjadi di Lombok Tengah pada Januari 2021. Pasangan MI dan AN, yang sama-sama berusia 16 tahun, menikah setelah AN menginap di rumah temannya dan dimarahi oleh ibunya. Video pernikahan mereka sempat viral di media sosial.

Contoh lain adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Merangin, Jambi, di mana seorang pria bernama Rio Mandala Putra menganiaya istri sirinya, Nur Rofiah, karena korban menolak ajakan untuk pulang. Kasus ini menunjukkan bahwa pernikahan sah sekalipun tidak menjamin perlindungan atas hak-hak anggota keluarga, terutama perempuan.

Faktor Penyebab Pelanggaran Hak

Menurut penulis, terdapat dua faktor utama penyebab pelanggaran HAM terkait hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan:

• Faktor internal, seperti:

• Ketidakseimbangan antara pelaksanaan hak dan kewajiban.

• Kurangnya pemahaman mengenai konsep HAM.

• Sikap individualisme dan rendahnya toleransi.

• Faktor eksternal, antara lain:

• Lemahnya lembaga penegak hukum (polisi, jaksa, pengadilan) dalam menindak pelanggaran HAM.

• Penyalahgunaan kekuasaan oleh oknum tertentu.

• Penyalahgunaan teknologi dan media massa yang justru dapat memicu atau memperparah pelanggaran HAM.

Fungsi Sosial Keluarga dan Penegakan Hukum

Keluarga memiliki fungsi-fungsi pokok yang tak tergantikan oleh institusi lain, antara lain:

• Fungsi biologis, sebagai tempat lahirnya generasi baru.

• Fungsi afeksi, sebagai ruang cinta kasih antaranggota keluarga.

• Fungsi sosialisasi, sebagai tempat anak belajar nilai-nilai dan norma sosial.

Dalam konteks ini, perlindungan terhadap hak berkeluarga tidak hanya menjadi kewajiban moral, tetapi juga tanggung jawab negara melalui penegakan hukum dan kebijakan HAM.

Upaya dan Solusi Penegakan Hak

Upaya konkret negara dalam menegakkan HAM, termasuk hak berkeluarga, antara lain:

• Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) sebagai gerakan nasional.

• Penguatan lembaga hukum dan lembaga HAM.

• Keteladanan dari pejabat negara dalam menaati hukum dan HAM.

• Operasionalisasi penegakan hukum dan HAM untuk menjaga ketertiban sosial.

• Peningkatan koordinasi antar-lembaga penegak hukum.

• Pengembangan sistem manajemen kelembagaan hukum yang transparan.

• Penyederhanaan proses hukum agar lebih cepat, tepat, dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.

Penutup

Konstitusi Indonesia telah menjamin hak setiap orang untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan. Negara memiliki kewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak tersebut. Namun, implementasinya masih menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam aspek penegakan hukum. Diharapkan ke depan, pelaksanaan dan perlindungan HAM di Indonesia semakin baik dan merata di semua lapisan masyarakat.

*Penulis merupakan mahasiswa program Magister Ilmu Hukum Universitas Jambi