Penulis : Redaksi

Jakarta — Penolakan keras terhadap pembangunan Monumen Silang Hangoluan Titik Nol Peradaban Batak di Parik Sabungan, Pusuk Buhit, Kabupaten Samosir, dilayangkan oleh empat organisasi besar keturunan langsung dari Ompui Guru Tatea Bulan—leluhur utama masyarakat Batak.

Forum Bersama yang terdiri dari Punguan Pomparan Raja Pasaribu Indonesia (PPRPI), Punguan Limbong Mulana Sejabodetabek & Serang Banten, Punguan Sagalaraja-Boru-Bere-Ibebere Se-Dunia (PSBBI), dan Punguan Silauraja Indonesia menilai proyek pembangunan tersebut tidak hanya mengabaikan nilai budaya Batak, tetapi juga berpotensi menimbulkan konflik identitas dan perpecahan di tengah masyarakat Batak sendiri.

Simbol Agama dalam Kawasan Budaya Dinilai Tidak Tepat

Dalam surat resmi yang ditujukan kepada Bupati Samosir, Forum Bersama menyoroti bentuk salib yang digunakan dalam desain monumen. Salib merupakan simbol agama tertentu, dan dianggap tidak mewakili esensi peradaban Batak yang lahir jauh sebelum masuknya agama-agama modern. “Sebagai titik nol peradaban Batak, monumen seharusnya mengangkat simbol-simbol budaya, bukan keagamaan,” tegas pernyataan itu.

Pusuk Buhit: Tanah Leluhur, Bukan Milik Sepihak

Forum Bersama juga mengecam keras klaim sepihak atas kawasan Parik Sabungan yang merupakan bagian dari Pusuk Buhit—situs sakral peninggalan Ompui Guru Tatea Bulan. Wilayah ini secara adat merupakan tanah komunal yang diwariskan kepada keturunannya, yaitu marga Sariburaja, Limbong Mulana, Sagala Raja, dan Silau Raja. Namun, hingga saat ini, belum pernah ada musyawarah atau persetujuan bersama dengan organisasi-organisasi pomparan (keturunan) terkait soal pembangunan monumen tersebut.

Potensi Disintegrasi Sosial

Lebih jauh, penggunaan simbol agama dalam ruang publik budaya dinilai dapat merusak harmoni sosial masyarakat Batak yang saat ini menganut beragam agama dan kepercayaan. Forum Bersama memperingatkan bahwa keberadaan monumen tersebut justru bisa menjadi sumber konflik horizontal dan merusak kesatuan masyarakat Batak secara menyeluruh.