“Perjalanan dari sini ke Tebo bisa 5 jam satu arah. Pulang-pergi 10 jam, tidak ada uang makan atau minum. Kadang kami ngutang ke istri atau tahan lapar,” tuturnya.
Tekanan ekonomi ini disebut-sebut membuat sebagian AMT terpaksa melakukan praktik ilegal seperti “kencing” BBM untuk bertahan hidup, meskipun perbuatan itu melanggar hukum.
Elnusa Petrofin sendiri dalam pernyataannya menyebut bahwa seluruh kendaraan operasional dipantau dengan sistem GPS real-time dan mendukung penuh langkah hukum untuk mencegah pelanggaran distribusi energi.
Kasus ini mendapat sorotan tajam. Para AMT berharap ada perhatian dari aparat penegak hukum, termasuk Kejaksaan Agung RI, untuk mengusut dugaan pelanggaran hak pekerja yang terjadi selama bertahun-tahun.
Media ini berkomitmen untuk terus melakukan investigasi lanjutan dan tetap membuka ruang hak jawab sesuai ketentuan Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. (*)