Pemerintah baru saja mengeluarkan kebijakan baru yang mengatur bahwa kendaraan dengan STNK mati lebih dari dua tahun akan dihapus dari sistem administrasi dan dapat disita oleh pihak berwajib. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi jumlah kendaraan bodong yang beredar di jalanan sekaligus meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam memperpanjang STNK. Namun, apakah kebijakan ini benar-benar menjadi solusi atau justru menambah beban masyarakat?
Langkah Tegas, Tapi Apakah Adil?
Di satu sisi, kebijakan ini adalah langkah yang berani dan tegas dalam menertibkan kendaraan bermotor. Tidak bisa dipungkiri bahwa banyak kendaraan tanpa administrasi yang sah digunakan untuk tindakan kriminal atau beroperasi tanpa standar keselamatan yang layak. Dengan adanya aturan ini, pemerintah dapat memperketat pengawasan dan memastikan bahwa hanya kendaraan legal yang beredar di jalan raya.
Namun, kebijakan ini juga menuai kritik dari berbagai kalangan. Tidak semua pemilik kendaraan sengaja membiarkan STNK mereka mati. Beberapa faktor, seperti kondisi ekonomi yang sulit, kurangnya informasi, atau bahkan kelalaian administratif, bisa menjadi alasan mengapa seseorang terlambat memperpanjang STNK. Jika kendaraan langsung disita dan datanya dihapus, apakah itu solusi yang adil?
Efek Ekonomi bagi Masyarakat
Bagi masyarakat menengah ke bawah, kendaraan pribadi adalah aset berharga. Bukan hanya alat transportasi, tetapi juga sarana mencari nafkah. Banyak pengemudi ojek online, pedagang keliling, atau pekerja lepas yang sangat bergantung pada kendaraan mereka. Dengan kebijakan baru ini, mereka yang terlambat memperpanjang STNK lebih dari dua tahun harus menghadapi risiko kehilangan kendaraan mereka secara permanen.