Desa adalah instrumen paling penting dalam peningkatan kemajuan kota dan negara. Mirisnya desa tidak pernah lepas dari kemiskinan, pendidikan dan layanan lainnya yang otomatis membuat kota dan negara juga sulit untuk maju bahkan berkembang.

 

Desa di hadapkan pada persoalan yang tak pernah habis, tak jarang desa justru di jadikan tempat eksploitasi karna sumberdaya yang melimpah. Bukannya mendapat bagian dari alam yang di rampas justru desa di warisi lingkungannya yang tercemar akibat perampasat tersebut yang membuat sulitnya desa untuk memulai pengembangannya. Buruknya sistem yang mengatur eksploitasi sumberdaya di desa membuat keadaan desa sangat memperihatinkan, di pulau sumatra contohnya dari data BPS mayoritas desa yang ada di pulau sumatra tercemar akibat eksploitasi tambang yang berlebihan di susul pulau kalimantan di urutan nomor dua.

 

Tentu eksploitasi berlebih tidak mungkin terjadi jika kualitas masyarakat desa itu baik jika pendidikannya baik jika kualitas pendidiknya baik. Tetapi tidak demikian masyarakat desa cenderung dibiarkan tetap bodoh agar lebih mudah merampas atau mengeksploitasi sumber dayanya.

 

Tidak hanya sumber daya alam yang di eksploitasi sumber daya manusianya juga ikut ter ekploitasi hal ini di sebabkan buruknya sistem pendidikan di pedesaan kembali merujuk dari data Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 2023 persentase tingkat penyelesaian pendidikan di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) desa hanya mencapai nilai 56,38% jika di ibaratkan dari 1000 populasi di desa hanya 563 orang saja yang berhasil lulus dari SMA sangat dengan masyarakat perkotaan yang mencapai 80%an lebih, jika berbicara lebih jauh lagi hanya ada dari tahun 2009 hanya 6,68% masyarakat desa yang lulus perguruan tinggi di seluruh indosesia artinya hanya ada 18 juta masyarakat desa yang lulus perguruan tinggi di indonesia yang mencapai 270 juta masyarakat. Hal ini tentu menyebabkan tingkat kritisme masyarakat desa sangat kecil dan cenderung mudah untuk di kelabui.